October 23, 2025

Foto: Istimewa

Jakarta, Detik65.com –  Forum Komunikasi Mahasiswa Maluku Utara (FKMMU) Jakarta menyuarakan keprihatinan mendalam atas tindakan premanisme yang dilakukan oleh salah satu perusahaan tambang di Maluku Utara, yakni PT. MAI, yang diduga dengan sengaja merusak mobil pick-up milik warga Desa Kiya menggunakan alat berat.

Peristiwa ini bukan hanya menunjukkan arogansi kekuasaan perusahaan, tetapi juga menampar rasa keadilan dan kepastian hukum di tengah masyarakat kecil.

Sekretaris FKMMU Jakarta Aimar Naser Made dalam pernyataannya menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang nyata dan harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

“Kami tidak bisa tinggal diam melihat perusahaan yang bertindak seperti preman di tanah kelahiran kami. Negara ini negara hukum, bukan negara modal. Jika hukum tidak ditegakkan, maka masyarakat kecil akan terus menjadi korban keserakahan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (15/10/2025).

Premanisme Korporasi Di Tengah Lemahnya Pengawasan

Insiden perusakan ini bermula ketika warga Desa Kiya mempertanyakan hak atas tanah yang digunakan sebagai lokasi jetty bongkar muat material nikel. Alih-alih menyelesaikan permasalahan melalui jalur hukum atau dialog terbuka, pihak perusahaan justru diduga menempuh jalan kekerasan dengan menggunakan alat berat untuk merusak kendaraan warga.

Tindakan semacam ini menggambarkan wajah gelap praktik pertambangan di daerah di mana kekuatan ekonomi sering kali menjadi tameng untuk menginjak hak-hak masyarakat. FKMMU Jakarta menilai, premanisme korporasi tidak bisa dibiarkan, sebab aksi tersebut jelas sangat mencederai prinsip dasar keadilan dan mengikis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Padahal, hukum sudah jelas. Pasal 406 KUHP menyebutkan bahwa siapa pun yang dengan sengaja merusak barang milik orang lain dapat dikenai pidana penjara. Jika dilakukan secara bersama-sama atau disertai kekerasan, Pasal 170 KUHP mengancam pelaku dengan hukuman hingga 5 tahun 6 bulan penjara.

Lebih jauh, keterlibatan manajemen atau pihak perusahaan dalam mengarahkan atau mengizinkan aksi ini juga termasuk pelanggaran Pasal 55 KUHP, yang menegaskan bahwa setiap orang yang memerintahkan atau turut serta dalam perbuatan pidana dapat dihukum sebagai pelaku.

Tuntutan Aksi dan Desakan Hukum

Sebagai bentuk protes dan solidaritas terhadap masyarakat Desa Kiya, FKMMU Jakarta berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri).

Aksi ini bertujuan untuk menuntut aparat penegak hukum agar tidak tutup mata terhadap praktik premanisme perusahaan tambang yang telah meresahkan masyarakat Maluku Utara.

“Sudah saatnya Polri menunjukkan keberpihakannya pada keadilan, bukan pada kekuatan modal. Kami menuntut agar pelaku, termasuk pihak manajemen perusahaan yang memberi perintah atau pembiaran, segera diproses hukum. Jangan biarkan keadilan mati di hadapan rakyat kecil,” tegas Aimar Naser Made Sekjen FKMMU dalam pernyataannya.

Perusahaan Harus Menjadi Teladan, Bukan Ancaman

Perusahaan seharusnya hadir untuk membawa manfaat bagi masyarakat dan daerah di mana mereka beroperasi. Mereka diharapkan menjadi simbol tata kelola yang baik, menjunjung etika bisnis, dan menghormati hak-hak masyarakat lokal.

Namun ketika korporasi justru menggunakan kekerasan sebagai alat penyelesaian konflik, maka yang rusak bukan hanya barang warga, tetapi juga moralitas hukum, nilai kemanusiaan, dan kepercayaan publik.

FKMMU Jakarta mengingatkan bahwa investasi tanpa etika hanya akan melahirkan konflik sosial berkepanjangan.

“Kami mendukung investasi yang sehat dan berkeadilan, tapi menolak keras segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap rakyat. Jangan biarkan praktik tambang berbalut premanisme mencoreng wajah Maluku Utara,” tutup Aimar.

Seruan Moral untuk Penegakan Hukum

Kasus ini menjadi cermin bagi pemerintah dan aparat penegak hukum agar tidak abai terhadap penderitaan rakyat di daerah tambang.
Sudah saatnya negara hadir dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Karena hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas, hanyalah memperpanjang luka sosial di tengah masyarakat.

Masyarakat menunggu langkah tegas. Apakah hukum akan berpihak pada keadilan atau kembali tunduk di bawah kekuatan modal ?.(Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *